berapa banyak fatwanya atau pendapatnya yang anda ikuti???

 


Ulama tidak akan bertanya sudah berapa banyak fatwanya atau pendapatnya yang anda ikuti, tapi Allaah Subhanahu wa Ta'ala yang akan bertanya di hari kiamat, apa saja yang kamu pahami dari Kitabullah dan Sunnah terhadap fatwa / pendapat ulama yang anda ikuti.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu berdiri pada sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya. Karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra`: 36)

“(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu” (An-Nahl : 25)

Ibnul-Mundzir rahimahullahu ta’ala berkata :
“Seorang hakim yang keliru hanyalah diberi pahala jika ia seorang yang ‘aalim terhadap metodologi ijtihad, lalu melakukan ijtihad. Jika ia bukan seorang yang ‘aalim, tidak diberikan pahala”.
Ia berdalil dengan hadits tiga golongan qaadliy dimana padanya disebutkan dua golongan yang masuk neraka :
“Qaadliy (hakim) yang memutuskan perkara bukan berdasarkan kebenaran, maka ia masuk neraka. Dan qaadliy (hakim) yang memutuskan perkara dalam keadaan ia tidak mengetahui (ilmunya), maka ia pun masuk neraka”

Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullahu ta’ala berkata :
“Tidak melazimkan bagi orang yang mengeluarkan satu hukum atau fatwa jika ia berijtihad lalu keliru dipikulkan dosa atas hal itu. Bahkan, jika ia telah mengerahkan seluruh kemampuannya (untuk berijtihad), akan diberikan pahala. Jika ia benar, dilipatkan pahalanya. Akan tetapi seandainya ia berani menghukumi atau berfatwa tanpa dasar ilmu, maka ia berhak mendapatkan dosa”.[Fathul-Baariy]

dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam” (HR Bukhari)

Imam Nawawi berkomentar tentang hadits ini ketika menjelaskan hadits-hadits Arba’in. Beliau menjelaskan, “Imam Syafi’i menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata hendaklah ia berpikir terlebih dahulu. Jika diperkirakan perkataannya tidak akan membawa mudharat, maka silahkan dia berbicara. Akan tetapi, jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa mudharat atau ragu apakah membawa mudharat atau tidak, maka hendaknya dia tidak usah berbicara”. Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara”.

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.

dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
“Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat”
Masalah ini disebutkan pula di akhir hadits yang berisi wasiat Nabi kepada Muadz yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi yang sekaligus dia komentari sebagai hadits yang hasan shahih. Dalam hadits tersebut Rasulullah bersabda.
“Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya ?”
Perkataan Nabi di atas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan Mu’adz.
“Wahai Nabi Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa yang kita katakan ?”

sebuah sya’ir disebutkan :

Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya
Tanganku kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi

Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal
Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan.

Renungkan sebuah hadits dalam kitab Shahih Muslim dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda.
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut ? Para sahabat pun menjawab, ‘Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda. ‘Beliau menimpali, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, akan tetapi, ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar